Memahami Perbedaan Dua Makna Realitas Fikih: Waqi’ dan Nawazil

Wacana akan hukum Islam serta kajiannya akan terus melaju secara dinamis dan berkembang mengikuti zaman yang ada. Dalam kajian hukum Islam, pemahaman realitas kontemporer beserta penyelesaian problem-problemnya penting untuk terus didalami agar tidak terjebak dalam fanatisme teks-teks wahyu ilahi. Pada dasarnya kajian fikih kontemporer mencoba memberikan stimulus khalayak umum untuk membuka mata dan wawasan akan keberagaman masyarakat yang amat kompleks. Dengan itu, tulisan ini mencoba mengarahkan pembaca untuk mengenal dua pemaknaan juga konsep utama berkaitan dengan hukum Islam (fikih) yang digunakan untuk memahami realitas yang eksis.

Takaran Definisi Setiap Maknanya

Fikih waqi’ dan nawazil merupakan dua konsep yang berdiri dalam studi hukum Islam, keduanya memiliki arti berbeda secara mendasar. Pertama, fikih waqi’  merujuk pada sebuah pemahaman yang sejalan dengan kondisi kekinian serta realitas kontemporer. Sumber pengambilannya meliputi al-Qur’an, Sunnah, sejarah, hingga dinamika peristiwa kehidupan. Muara pemahaman konsep yang pertama ini meliputi beberapa aspek, di antaranya: 1). Pemahaman realitas; dengan memahami kondisi riil dalam siklus kehidupan manusia baik yang berpengaruh positif maupun negatif. 2) Pemahaman hukum; guna mengetahui hukum yang diturunkan Allah dalam al-Qur’an melalui Sunnah atas realitas yang terjadi dan menetapkan salah satunya untuk masing-masing. 3) Pemahaman syari’ah; berpijak pada pemahaman karakter syari’ah Islam dan tujuannya, serta mengkaji realitas sosial kekinian pada masa permulaan Islam.

Kedua, fikih nawazil menfokuskan dirinya pada kajian-kajian baru yang membutuhkan penetapan hukum syara’. Sehingga aspek yang perlu diperhatikan dalam fikih nawazil ini meliputi: 1) Fleksibilitas Islam; perlunya mengetahui bahwa hukum Islam dapat berubah karena dimensi realitas yang terjadi, misalnya fleksibilitas dalam hukum Islam yang bisa dinegoisasikan. 2) Sinergitas antara teks-teks; melakukan keseluruhan teks-teks al-Qur’an dan Sunnah beserta esensi tujuan syari’at berfokus pada pemahaman mengenai fleksibilitas Islam serta mengenai hal yang konstan dalam Islam. Jadi fikih nawazil adalah مَعْرِفَةُ الأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ لِلْوَقَائِعِ الْمُسْتَجِدَّةِ الْمُلِحَّةِ “Memahami hukum-hukum syari’at terkait dengan kejadian-kejadian baru yang mendesak”.

Distingsi Fikih Waqi’ vs Fikih Nawazil

Perbedaan utama yang mencolok antar keduanya, jika fikih waqi’ lebih mentikfokuskan pada pemahaman atas realitas kontemporer (sosial-kekinian). Sebenarnya fikih yang pertama ini tidak jauh berbeda dengan fatwa, hanya saja fikih waqi’ memiliki cakupan makna yang lebih luas dibanding fatwa. Juga mencakup cara kerja untuk menghasilkan sebuah fatwa serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari baik bagi individu maupun kelompok atau masyarakat. Lebih dari itu, fikih waqi’ mencakup segala penerapan produk hukum yang bersumber dari Allah dan Rasul dalam kehidupan sehari-hari.

Akhir Tahun Bersama Gramedia

Selanjutnya fikih nawazil lebih menitik tekankan pada permasalahan-permasalahan baru yang butuh akan penetapan hukum syara’. Kemungkinan yang menyebabkan hadirnya fikih nawazil ini dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengatahuan dan kemajuan teknologi dan juga adanya penyimpangan. Seperti yang sebelumnya dijelaskan bahwa sebuah permasalahan daoat dikategorikan nawazil  ketika mengandung unsur kebaruan dan belum terjadi sebelumnya, mengandung syiddah yang maksudnya permasalahan ini menuntut segera untuk ditetapkan hukum syari’at.

Melalui pemaknaan dua model realitas fikih di atas, penting untuk memahami baik pemahaman realitas dan penetapan hukum syara’ yang sesuai dengan ajaran Islam. Berpijak pada perbedaan antara fikih waqi’ dan fikih nawazil, kita dapat mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang hukum Islam dan syari’at yang berkelanjutan.

Referensi:

Ipandang. 2019. “Fiqih & Realitas Sosial: Studi Kritis Fiqih Realita Yusuf al-Qaradhawi”. Yogyakarta: Bildung.

Helmi Basri. 2022. “Fiqih Nawazil: Empat Perspektif Pendekatan Ijtihad Kontemporer”. Jakarta: Prenada Media”

Muh. Mufid. “Aplikasi Fiqh Al-Waqi’ : Pertimbangan Pertimbangan Aspek Sosiologis dalam Pemikiran Al-Qardhawi”. Surabaya: Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.

Muhammad Syihabuddin

Santri dan pembelajar. Menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Mambaus Solihin Gresik dan Pondok Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta. Ia juga menyelesaikan studi sarjana Sosiologi Agama di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *