Antara saleh dan kritis, keduanya sering bertengkar hebat mengganggu pikiran. Saya berani mengatakan itu setelah novel Fauz Noor—Tapak Sabda, mengisi sela-sela kesibukan perkuliahan dan nyantri semasa di Jogja. Tokoh Sabda adalah wujud dari absurditas dalam dunia realitas, dalam bahasa Camus setidaknya begitu. Walau novel itu semacam menyadur ide Jostein Gaarder, namun setidaknya sang penulis telah menunjukkan bahwa sastra bisa direngkuh oleh siapapun. Saya tak ingin mengulas novel itu. Pada intinya Kang Fauz dengan latar belakang santri yang kental telah menunjukkan bahwa sastra menjadi medium paling longgar untuk menuang ide tanpa tendensi apapun. Dalam hal ini Sabda sebagai tokoh utama telah…
-
-
Aku mencium anyelir darah dan kepalaku serasa dihantam benda tumpul. Pandanganku kabur dan beberapa kali suara tawa menggelegar bersahutan mengiringi suara dengung telingaku. Sekujur tubuhku terasa perih dan aku mulai merasa kedinginan. Teriakan semakin bermunculan. Aku benar-benar kehilangan diri. Satu-satunya yang masih bisa kukendalikan hanyalah kedua pergelangan tanganku yang dicengkeram erat. Aku masih punya sisa daya kekuatan. Namun berulang kali itu hanya menjadi kesia-siaan. Sekitar beberapa menit yang lalu aku lumpuh oleh siraman air yang beraroma busuk. Beberapa masuk dalam mata, hidung dan juga mulutku yang menganga karena mengatur tempo napas. Entah berapa jauh aku sudah berlari. Langkahku serasa lebih…
-
Kalau hidup ini adil, Tuhan tak lagi diperlukan. Pria itu meninggalkan pesan mendalam pada Salvejo siang itu. Enam batang rokok juga ia rampas pelan-pelan. Tenang tapi menghanyutkan kata Salvejo. Sengaja cerita ini ditulis untuk menghibur diri seorang Salvejo yang pulang-pulang harus kehilangan semangat hidup. Kawanku itu pergi jauh berhari-hari untuk melepas jeratan beban hidupnya. Dan setelahnya kudengar, Bandung membuatnya berpikir berulangkali untuk menyelesaikan karyanya. Siang itu ia tenteng sebungkus bakpao hangat. Braga padat. Bangku panjang di setiap selasar pertokoan sudah dihuni banyak orang. Salvejo melangkah dari utara, menyusuri setiap pintu kafe yang berlomba mengeluarkan aroma masakan pertamanya hari itu. Tepung…
-
Siang itu hanya aliran Mahakam yang terlihat dari balik kaca pesawat. Yang kuingat soal pemandangan demikian hanyalah cerita bersambung Djumri Obeng yang berseliweran. Aku tak pernah membaca seluruhnya, tapi setidaknya rasa ingin tahuku terjawab sudah jika Mahakam memang seindah itu dari atas. Pantas saja sosok si Manis tak pernah ada habisnya dalam cerita-cerita yang terarsip begitu monumental itu. Dulu aku pernah begitu cepat menghafal peta Kalimantan. Selain atas sebab gambar tanah Borneo yang tak banyak menyelipkan objek, juga sekumpulan nama sungainya yang selalu muncul di sekumpulan soal-soal ujian ilmu sosial dari tahun ke tahun. Mahakam, Kapuas, Martapura, hingga Barito, semuanya…
-
Aku tak beranjak dari kursi depan malam itu. Ibu masih duduk sembari terus menghafalkan doa-doa dari sebuah catatan kecil di tangannya. Sejak bapak wafat, tak ada lagi sosok yang menjadi sahabat terbaik ibu di kursi yang beberapa telah lapuk sandarannya itu. Beberapa pelafalan terdengar sedikit tak fasih lagi diberengi nada suara yang bergetar. Namun suara ibu masih teduh kudengar. Dua hari yang lalu kawan masa kecil ibu datang ke rumah bersama suami dan anak bungsunya. Ibu selalu menceritakan mereka. Ia benar-benar sahabat terbaik ibu sejak kecil. Namun sejak remaja, keduanya berpisah dengan jalan nasib masing-masing. Ibu selalu bercerita soal hidup…
-
Seperti yang Nizar Qabbani katakan, adalah sebuah pelucutan kebebasan dan runtuhnya marwah seorang penyair kala dirinya menyandang gelar terhadap spesialisasi karyanya. Apalagi bila dunia syair-menyair hanya berkutat pada persoalan cinta, asmara, dan segenap dilematisnya perasaan. Kiranya semua orang juga bisa walau terbatas penuturan bahasanya. Begitu pikir saya pribadi. Cinta memang objek paling molek untuk direngkuh. Kadang kepenyairan seseorang juga muncul tiba-tiba gara-gara jatuh cinta dan patah cinta. Namun apakah syair hanya sekadar berjarak dari dua hal itu?. Saya rasa tidak. Persoalan cinta itu penyedap. Sedangkan menu masakannya adalah segala realitas yang ada. Mahmoud Darwish adalah jawaban dari tantangan itu. Karya…
-
Tiga tahun silam, kala mataku dimanjakan kemuning padi akhir tahun, juga Pak Urip yang masih sering menyapaku saat melintas dengan motornya. Aku masih sering berurusan dengan hama. Tikus-tikus di sini selalu membuatku jengkel. Pasalnya, aku pernah gagal panen. Hampir separuh dari perhitunganku meleset. Perencanaan delapan kuintal yang kuharapkan raib begitu saja. Bahkan, tidak hanya aku yang ditimpa kemalangan, orang-orang di sini pun serupa demikian. Tikus-tikus itu merangas, merusak bubu-bubu kawat kami. Serangan mereka sulit ditebak. Pengairan yang kurang maksimal ditambah hujan yang tidak menentu setiap harinya membuat kami harus ekstra berjaga. Tidak sedikit dari kami yang berkemul tebal menahan tusukan…
-
Dalam sebuah bus yang ringkih, nampak seorang pria paruh baya gamang berhadapan dengan pesan masuk di gawainya. Ia meresah, tertunduk mencoba mengunyah pesan-pesan tentang tuntutan hidup yang tak manusiawi itu dengan serat. Sesekali ia butuh meneguk air dan nafas yang longgar. Kau tahu, negeri ini sedang berhadapan dengan satu tantangan besar. Tentang kelanjutan hidup warga-warga yang seharusnya tak bersalah atas pilihannya. Ia masih menatap gawainya, mencoba memilih diksi-diksi indah untuk meneduhkan amarah istrinya. Baginya, sungguh perjalanan ini amatlah sesak. Saat ini, uang tidak cukup hanya untuk sesuap nasi. Dalam tidurnya, ia pun harus berpikir soal esok hari, dua anaknya yang…
-
Nasirun sudah berdandan rapi dengan baju koko putih dan sarung hitamnya. Tak lupa satu serban hijau di pundaknya menambah kewibawaan seorang ketua takmir yang baru saja terpilih untuk kedua kalinya, sebulan yang lalu. Songkoknya berbordir ornamen bebungaan dengan jahitan benang kuning keemasan. Dan yang paling penting parfumnya, misk hajar aswad yang ia pakai khusus hari Jumat. Wanginya begitu semerbak, menusuk hidung para pedagang kaki lima, tukang ojek, hingga masuk ke warung-warung yang ramai para karyawan makan siang. Sekarang pukul sebelas kurang lima belas. Nasirun mempercepat langkah, ia hendak absen pertama ke malaikat penjaga pintu masjid. Sejak kecil ia sudah sering…
-
Aku masih tak begitu percaya jika sebuah gitar tua Madarji bisa masuk istana. Di tempat yang sama, orang-orang masih berdiri di kaki masing-masing, bergelut dengan keadaan, dan mencari segala yang berbau nominal uang. Pun apa yang terjadi dengan pesan masuk malam ini, Sarip yang kukenal dulu dengan lukisan-lukisannya yang selalu diulas di kelas-kelas perkuliahan, mengirim pesan foto padaku, memamerkan bertumpuk-tumpuk produk barunya. Sebuah karya kaos bergambar Ibex Alpen berwarna hitam dengan beberapa foto orang-orang bergaya necis parlente di sampingnya. Ya, dia sedang melakoni proyek besar untuk hal yang sama dengan Madarji. Aku kenal lama dengan Madarji. Dia supel, ulet, dan…