Fikih Lingkungan: Upaya Membangun Kearifan Manusia terhadap Alam

Membaca fikih lingkungan berarti merujuk pada dimensi fikih kontemporer. Sebagaimana definisi utamanya bahwa fikih kontemporer adalah hukum yang mengacu pada problem-problem masa kini, termasuk lingkungan hidup. Fikih lingkungan menjadi salah satu langkah berfikir kritis-konstruktif umat Islam dalam memahami serta menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan alam. Fikih lingkungan berupaya untuk menyadarkan umat manusia akan pentingnya kesadaran bahwa manusia tumbuh berdampingan dengan lingkungan sekitar termasuk alam. Dari pemahaman demikian, maka dipastikan jika kemunculan terma fikih lingkungan sangat relevan dalam konteks pelestarian alam, serta menjadi sebuah upaya untuk penyelarasan hukum Islam dengan upaya pelestarian lingkungan.

Gagasan Fiqh al-Bi’ah Berparadigma Ramah Lingkungan

Istilah fiqh bi’ah atau fikih lingkungan sebagaimana penjelasan di awal, bermaksud untuk menyikapi isu-isu lingkungan dari perspektif yang lebih praktis dengan memberikan patokan-patokan, baik dalam bentuk hukum maupun regulasi-regulasi. Selanjutnya istilah lingkungan (bi’ah) mencakup keseluruhan kondisi dan hal-hal yang memiliki pengaruh pada perkembangan hidup. Oleh karena itu, lingkungan mencakup kesatuan yang saling terkait, baik lingkungan fisik berupa keadaan alam, seperti air, udara, tanah, gunung, hutan, laut, dan sungai, maupun organisme yang hidup di dalamnya, seperti hewan dan tumbuhan.

Selanjutnya mengenai sasarannya. Objek kajian tentang lingkungan dalam fiqh al-bi’ah mencakup seluruh permasalahan lingkungan yang dasarnya adalah sebagai berikut: Pertama, pengenalan “anatomi” lingkungan (seluk-beluk bagian-bagian fisik dan hubungannya sebagaimana dibahas dalam ekologi dan disiplin terkait. Fiqh al-Bi’ah dibangun atas dasar pengetahuan yang cukup dan tepat tentang aspek-aspek lingkungan untuk menetapkan hukumnya yang berkaitan dengan pengelolaan oleh manusia. Kedua, adalah pemanfaatan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) yang meliputi pengertian unsur-unsur alam, seperti lahan, air, udara, dan berbagai sumber energi, serta semua sumber daya yang bisa dimanfaatkan dan mempengaruhi hidup manusia dan organisme hidup. Bagian ini diandaikan bisa menjadi konsep Islam yang berbasis hukum tentang pengelolaan sumber daya alam secara lestari agar selalu ada kesinambungan arus manfaat dan fungsinya dari generasi ke generasi.

Berakar dari Kerusakan Alam

Hadirnya fikih lingkungan menjadi respon terjadinya kerusakan alam yang semakin meningkat. Fikih lingkungan berupaya untuk menyadarkan umat manusia akan pentingnya kesadaran akan masalah lingkungan hidup, yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Konsep ini mencakup aturan perilaku ekologis manusia yang ditetapkan oleh para ulama berkompeten berdasarkan bukti yang mendetail untuk mencapai kesejahteraan ekologis. Bermula dari adanya kerusakan alam, fikih lingkungan hadir untuk mengatur tatanan kebutuhan manusia dalam hal memproduksi atau mengkonsumsi sesuatu harus sesuai dengan kadar kemampuan manusia untuk mencukupi kebutuhan tersebut.

Dalam konteks adanya krisis alam, baik disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal, disambut hangan dengan konsep etika lingkungan (environmental ethics). Hal itu menjadi perpaduan yang pas dengan adanya penyelarasan hukum dibarengi nilai etikaberbasis agama. Etika lingkungan ini datang dengan tujuan untuk menjaga eksistensi agama, hidup, akal, keturunan, dan properti (al-kulliyyat al-khams) manusia dalam relasinya dengan lingkungan (hablun min alam). Jika lingkungan terancam disertai kelengkapan property hidup tidak ada lagi, generasi umat manusia dan agama juga terancam. Dalam proyek religious ecological conservatism dengan fiqh al-Bi’ah, dapat dikategorikan bahwa hukum formal mengukur tindakan dengan skala benar-salah, boleh-tidak, halal-haram, sedangkan kategori moral-etis mengukumya dengan kategori baik-buruk.

Fikih Lingkungan: Tawaran atau Solusi?

Fikih atau yurisprudensi lingkungan hidup dapat dipandang sebagai usulan dan solusi dalam menangani kerusakan alam. Konsep fikih lingkungan hidup didasarkan pada konsep mashlahah yang mula-mula digunakan oleh al-Shatibi sebagai landasan merumuskan konsep ini. Fikih lingkungan hidup merupakan kerangka bagi umat Islam untuk berpikir konstruktif dalam memahami lingkungan alam, bumi tempat mereka tinggal. Dalam konteks perusakan alam, fikih lingkungan hidup mengatur bahwa urutan kebutuhan manusia dalam memproduksi atau mengkonsumsi sesuatu harus sesuai dengan derajat kemampuan manusia dalam memenuhi kebutuhan tersebut.

Oleh karena itu, fikih lingkungan merupakan respon yang tepat terhadap degradasi alam dengan memberikan pedoman dan peraturan untuk membantu melindungi lingkungan. Konsep dasar hukum lingkungan hidup meliputi pengelolaan sumber daya air, pengelolaan limbah, dan perlindungan keanekaragaman hayati. Maka, hukum lingkungan hidup dapat dianggap sebagai usulan dan pendekatan yang tepat untuk menangani kerusakan alam dengan memberikan pedoman dan peraturan yang dapat berkontribusi terhadap perlindungan lingkungan hidup.

Fikih lingkungan adalah suatu gagasan, pandangan, atau usulan untuk mengatasi permasalahan lingkungan hidup. Hal ini dapat berupa konsep, prinsip, atau rekomendasi yang ditawarkan sebagai langkah awal dalam menanggapi permasalahan lingkungan. Untuk saat ini, solusi mengacu pada tindakan nyata atau langkah praktis untuk memecahkan atau mengatasi permasalahan lingkungan hidup. Seperti penerapan kebijakan, perubahan perilaku, atau tindakan nyata lainnya untuk memperbaiki kondisi lingkungan.

Dalam konteks fikih lingkungan, usulan dapat berupa konsep hukum Islam yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan hidup, dan penyelesaiannya dapat mengacu pada penerapan praktik yang sesuai dengan konsep tersebut. Misalnya, usulan yang mencakup prinsip-prinsip hukum Islam yang mendukung konservasi, dan solusinya mengarah pada langkah-langkah nyata seperti pengelolaan sumber daya air, pengelolaan limbah, dan perlindungan keanekaragaman hayati. Sehingga kajian fikih lingkungan menjadi sebuah tawaran sekaligus solusi adanya krisis yang terjadi pada lingkungan, dan bermuara pada kearifan sosial terhadap alam.

Sumber:

Wardani. 2015. “Islam Ramah Lingkungan: Dari Eko-Teologi al-Qur’an Hingga Fiqh al-Bi’ah”. Banjarmasih: IAIN Antasari Press.

Nasikhin. 2022. “Fikih dan Isu-Isu Kontemporer”. Pati: Fatiha Media.

Muhammad Haikal. 2023. “Fikih Lingkungan”. Yayasan Teuku Laksamana Haji Ibrahim.

Ahmad Thohari. 2013. “Epistemologi Fikih Lingkungan: Revitalisasi Konsep Mashlahah”. Jurnal Az Zarqa’, Vol. 5, No. 2.

Muhammad Syihabuddin

Santri dan pembelajar. Menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Mambaus Solihin Gresik dan Pondok Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta. Ia juga menyelesaikan studi sarjana Sosiologi Agama di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *