Inovasi Tafsir Tematik : Maudhu’i bi al-Harfi

Kompleksitas disiplin keilmuan dan bias-bias kepentingan mufasir dalam tafsir menyebabkan tafsir jauh dari esensi utamanya yaitu mempermudah manusia dalam menggapai petunjuk Al-Qur’an. Oleh karena itu diperlukan pembaharuan dalam tafsir yang dapat mengembalikan esensi tafsir. Tafsir harus mendekatkan pemahaman Al-Qur’an kepada manusia sehingga mereka dapat menyelesaikan problematika dan tuntutan kehidupan dengan Al-Qur’an. Salah satu semangat yang diusung dalam tafsir periode modern cenderung menekankan pada gagasan praktis yang berkaitan dengan masalah umat.

Stagnasi pemikiran yang terjadi di kalangan umat Islam, salah satunya dilatarbelakangi oleh sulitnya mendialogkan antara realitas teks keagamaan dengan realitas kehidupan yang dihadapi. Salah satu metode yang ditawarkan dalam pembaharuan tafsir untuk mengatasi masalah tersebut adalah metode tematik (maudu’i) dengan semangat utama menjawab problematika umat dengan solusi-solusi Al-Qur’an.

Sebagai produk tajdid metodologis, tafsir tematik semakin diminati oleh sarjana tafsir modern-kontemporer. Latar belakang munculnya tafsir tematik antara lain adanya perbedaan kompetensi antara sarjana klasik dan kontemporer, serta kajian non muslim terhadap Al-Qur’an dengan menyoroti tema-tema tertentu dalam Islam juga mengundang respons sejumlah sarjana muslim untuk memberikan respon atas kajian mereka.

Pembagian Tafsir Tematik

Dari berbagai kajian tematik yang ada, setidaknya terdapat tiga model utama dalam penggunaan metode tematik dalam menafsirkan Al-Qur’an yaitu, Pertama, tafsir tematik yang berbasis tema pembahasan tertentu dalam Al-Qur’an. Pengkaji mengumpulkan ayat-ayat yang berbicara tentang suatu tema tertentu lalu menjadikannya sebagai sebuah satu kesatuan yang saling menafsirkan. Kedua, tafsir tematik berbasis surat, seorang pengkaji memilih satu surat tertentu dalam Al-Qur’an kemudian mengkaji pokok-pokok bahasan yang ada dalam surat tersebut. Model pertama dan kedua dari tafsir tematik inilah yang lebih banyak diakui keberadaannya oleh para tokoh tafsir maudu’i. Ketiga, tafsir tematik berbasis istilah. Seorang penafsir mengkaji suatu istilah tertentu beserta derivasinya dalam Al-Qur’an seperti kata ummah, al-nisa’, al-hubb, al-insan dan lain-lain.

Dapatkan buku best seller serial karya Mufassir Prof. Quraish Sihab tentang Islam: Islam yang Saya Pahami: Keragaman Itu Rahmat , Islam yang Saya Anut: Dasar-dasar Ajaran Islam , Islam Yang Disalah Pahami: Menepis Prasangka Mengikis Kekeliruan

Meski diperdebatkan, tafsir tematik berbasis term atau istilah tertentu dalam Al-Qur’an diterima secara luas di kalangan akademisi tafsir terutama setelah tafsir tematik menjadi salah satu kajian khusus di Universitas Al-Azhar pada masa Syaikh Mahmud Syaltût dilanjutkan oleh Prof. Dr. Ahmad Sayyid al-Kumî pada tahun 1981. Kajian tersebut kemudian dikembangkan secara serius baik oleh para sarjana di Al-Azhar maupun di luar al-Azhar. Di Indonesia, kajian-kajian tafsir tematik juga sangat diminati terutama sejak paruh terakhir abad ke dua puluh.

Maudhu’i Bi al-Harfi

Kajian-kajian tafsir berbasis istilah yang ada cenderung berfokus pada bentuk kata dasar yang berupa isim dan fi’il (walaupun yang dimunculkan dalam judul seringkali berbentuk maşdar) seperti al-hubb fi al-Qur’ân, al-Mar’ah fi Al-Qur’an, al Insan fi Al-Qur’an, Khauf dan Khasyyah dalam Al-Qur’an dan lain-lain. Padahal sebagaimana diketahui bahwa ada satu lagi jenis kalimah atau kata dalam bahasa Arab selain isim dan fi’il, yaitu huruf.

Meski belum ada riset lebih lanjut mengenai detail pembagian jenis kata isim, fi’il dan huruf, tetapi penggunaan huruf tetap saja dominan dalam kalimat kalimat Al-Qur’an. Misalnya saja dalam QS. Al-Asr, terdapat 22 kata dan sepuluhnya merupakan kalimat huruf. Dalam surat al-Inshirah}, 18 dari 45 kata yang ada di dalamnya juga merupakan kalimat huruf. Dengan demikian, penggunaan huruf tidak kalah banyak dalam Al-Qur’an jika dibandingkan dengan jenis kata lainnya yaitu, isim dan fi’il. Namun sayangnya, lantaran depedensi huruf yang tidak dapat menunjukkan makna dengan sendirinya (melainkan harus disertai dengan kata lain) maka huruf memang kurang mendapatkan perhatian dalam kajian term Al-Qur’an.

Huruf Sebagai Objek Kajian Tematik

Dalam bahasa Arab, kata disebut sebagai kalimah. Kalimah terbagi menjadi tiga yaitu isim, fi’il dan huruf. Berbeda dengan kedua jenis kata sebelumnya, huruf tidak dapat menunjukkan maknanya sendiri kecuali dia dirangkai dengan kata lainnya. Huruf yang dimaksud disini tentu merupakan huruf yang termasuk bagian dari jenis kata, bukan huruf sebagaimana yang dipahami sebagai abjad dalam Bahasa Indonesia.

Al-Zujaj membagi huruf menjadi dua yaitu huruf al-mabani dan huruf al-ma’ani. Huruf al-mabani adalah huruf abjad Arab yang merupakan bagian dari morfem atau kata sehingga tidak menunjukkan makna apapun, sedangkan huruf al-ma’ani adalah huruf yang merupakan jenis kata dan dapat menunjukan makna apabila dirangkai dengan kata lain.

Buku ori best seller karya-karya besar Imam Ghazali

Hal mendasar yang membedakan antara huruf al-mabani dengan huruf al-ma’ani adalah wazifah (tugasnya) dalam suatu susunan. Oleh karena itu, huruf al-ma’ani didefinisikan sebagai setiap huruf atau syibh huruf (menyerupai huruf) yang memiliki tugas dalam struktur kalimat, struktur morfologis, atau fonologis dan memiliki makna tertentu. Sebagai contoh misalnya sama-sama huruf lam. Lam dalam kata Allah (الله) adalah huruf al-mabani yang tidak memiliki arti, sedangkan lam pertama yang terdapat pada frasa lillahi (لله) adalah huruf al-ma’ani  karena memiliki makna sumpah (qasam).

Dari sekian huruf yang ada dalam Al-Qur’an, ada beberapa huruf yang digunakan untuk memperkuat pesan dalam wahyu yang disampaikan, seperti huruf Ala dan Kalla. Dialog Al-Qur’an yang menggunakan diksi Ala seringkali menepis keraguan dengan didukung ungkapan logis maupun ancaman dan sindiran setelahnya seperti dalam QS. Al-Tawbah: 13 dan QS. Al-Nur: 22. Sedangkan firman tuhan yang menggunakan diksi Kalla merupakan bentuk teguran dan ketegasan tuhan atas kesalahan fatal yang dilakukan seseorang maupun golongan seperti dalam QS Maryam: 79 dan QS. Al-Mu’minun: 100.

Dalam melihat kemungkinan penerapan metode maudu’i, mengkaji kalimat huruf dalam Al-Qur’an bisa diwacanakan. Pemilihan jenis kata huruf tertentu untuk dikaji secara tematik sangat penting guna mengaplikasikan secara langsung metode tematik terhadapnya. Penerapan tersebut dihipotesakan dapat meneguhkan sekaligus melengkapi metode tematik berbasis lafal yang dikaji sarjana terdahulu. Wallahu a’lam.

Referensi

Abdullah bin Abd al-Rahman ibn ‘Aqil, Syarh Ibn ‘Aqil ‘ala Alfiyyah Ibn Malik (Kairo: Dar al-Turâts, 1980).

Abd al-Sattar Fathullah Sa’id, Al-Madkhal ilâ al-Tafsir al Maudu‘i (Kairo: Dâr al-Tawzî’ wa al-Nasyr al-Islâmiyyah, 1991).

Dinni Nazhifah and Fatimah Isyti Karimah, “Hakikat Tafsir Maudhu’i Dalam Al-Qur’an,” Jurnal Iman Dan Spiritualitas 1, no. 3 (2021).

Eni Zulaiha, Anindita Ahadah, and Andi Malaka, Historical Development of Thematic Interpretation of Al-Qur’an,” Jurnal Iman Dan Spiritualitas 1, no. 3 (July 19, 2021): 315, https://doi.org/10.15575/jis.vli3.13090.

Hasani Ahmad Said, “Metodologi Penafsiran Al-Qur’a Kontemporer: Telaah atas Pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd da Mohammed Arkoun,” Jurnal Şuḥuf 4 no 1, (Juni 2011).

Miftah Khilmi Hidayatulloh, Konsep Dan Metode Tafsir Tematik (Studi Komparasi Antara Al-Kumi Dan Mushthofa Muslim), Al-Bayan: Jurnal Studi Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir 3, no. 2 (2018).

Muhammad Amin, Sejarah Tafsir Indonesia Abad Ke XX, Jurnal Ilmu Agama: Mengkaji Doktrin, Pemikiran, Dan Fenomena Agama 22, no. 2 (2021).

Muhammad Syuhada Subir, “Metodologi dan Tren Tafsir Modern, Transformasi: Jurnal Studi Agama Islam 11, no. 1 (2018).

Şalah ‘abd al-Fattah al-Khâlidi, Mabahits Fi Al-Tafsir al-Maudû’i (Damaskus: Dar al-Qalam, 2005).

Şalah ‘abd al-Fattah al-Khâlidi, Al-Tafsir al-Mawdlu’i Baina al Nazariyyah wa al-Tatbiq (Oman: Dâr al-Nafa’is, 2012).

M. Sholahudin Al Ayubi

Lahir di Jombang Jawa Timur. Menyelesaikan studi Sarjana Hukum Keluarga di Universitas Hasyim Asy'ari Tebuireng Jombang dan kini tengah melanjutkan studi Ilmu al-Qur an dan Tafsir pada UIN Sunan Ampel Surabaya. Pegiat studi pelatihan Qiro'ah Muwahhadah dan menjadi pengajar di Pondok Pesantren Madrasatul Qur'an Tebuireng Jombang.

Artikel yang Direkomendasikan

1 Komentar

  1. […] Baca juga : Takdir menurut Imam Ghazali, sisi Paradoksial , Inovasi Tafsir Tematik Maudhui Bi al-Harfi […]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *