Perang Dunia Sebelum Perang Dunia

“Bagaimana mungkin aku tersenyum, sementara Al-Quds terjajah?”

( Shalahuddin Al-Ayubi )

Dahulu, dunia melihat piramid lalu mengira Fir’aun adalah penguasa terkuat di dunia, namun ternyata ia mati hanya karena tenggelam. Dunia juga pernah terpukau dan bergeleng kepala melihat menara babel yang di buat oleh Namrudz, namun ia justru tewas mengenaskan hanya karena seekor nyamuk masuk ke dalam telinganya. Sesuatu jika sudah meninggi, biasanya akan jatuh. Tidak ada yang selamanya di atas, namun sebaliknya  juga tidak ada yang benar-benar selalu di bawah.  Roda memang harus berputar, ia tidak boleh menganggur.

Berbicara tentang atas dan bawah mengenai peradaban Islam, Islam itu sendiri pernah sampai ke puncak keemasannya. Ia mencuri banyak perhatian dunia, salah satunya bangsa Eropa. Disaat Eropa berada dalam masa kelam, Islam menjadi secercah cahaya untuk dunia di abad pertengahan. Ilmuan bernama George Sarton seorang ahli kimia Belgia dan salah satu perintis ilmu pengetahuan sejarah di Eropa menyimpulkan dari hasil penelitiannya selama berpuluh tahun sampai ia menjadi seorang Profesor sejarah di Carnegie Institute of Washington tahun 1948, ia dengan tegas berkesimpulan : “ tanpa produktivitas kaum muslimin di abad pertengahan, tak akan ada eropa hari ini. Tak akan ada !.”

Zaman emasnya Islam atau bahasa kerennya Islamic Golden Age, adalah zaman dimana Umat Islam melambung tinggi ke angkasa, memperhatikan siklus cuaca dan perubahan iklim, merumuskan dan mengidentifikasi zat-zat kimia, membangun arsitektur rumit yang mempesona, merancang teknologi artileri, senapan, kapal tempur, pengairan, dekorasi rumah, hingga rumah sakit hewan, seserius inilah Islam telah membuktikannya. Setelah Eropa mempelajari semua kemajuan kaum muslimin di era keemasannya, mereka ingin membalas dendam. Balas dendam yang dilakukan oleh bangsa eropa tidak semena-mena tanpa alasan. Banyak sebab yang telah dilakukan Umat Islam sampai menghasilkan banyak akibat untuk dunia khususnya bangsa Eropa.  Mulai dari permohonan kaisar Alexius Comnesus seorang kaisar Bizantium yang bertakhta pada 1183-1185 M memohon kepada Paus Urban II. Alexius merasa kekuasaannya terancam akan habis oleh kehadirannya Umat Islam, karena pada saat itu wilayah kekaisaran bizantium di Asia di serang oleh Bani Saljuk disepanjang pesisir Marmora. Alasan bani saljuk menyerang Bizantium adalah karena nenek moyang kekaisaran bizantium terdahulu yaitu kaisar Romanos IV membuat sebuah kebijakan yang sangat lemah bahkan mengundang banyak potensi kudeta dan merugikan rakyatnya sendiri, kepemimpinannya sangat diragukan, dan penuh kedzaliman pada rakyatnya. Hal ini menjadi bumbu penyedap kuat bagi Bani Saljuk untuk melakukan agresi dan ekspansi wilayah Islam ke wilayah Bizantium. Akhirnya terjadilah pertempuran antara Bizantium dan bani saljuk yang terkenal dengan perang Manzikert. Perang ini pun dimenangkan oleh kaum Muslimin. Eksistensi bani saljuk sebagai kaum muslimin semakin kuat. Perang Manzikert inilah yang menjadi salah satu dendam turun-temurun anak cucu kekaisaran Bizantium kepada Umat Islam.

Sebenarnya sudah ada perang dunia sebelum perang dunia I. Perang ini melibatkan Umat Islam dan orang-orang Eropa Nasrani. Lebih dari 20 negara di Eropa pada saat itu menggerakkan pasukan dan tentara berkudanya untuk dikirim ke Palestina. Gerakan berangkatnya ratusan ribu pasukan Eropa itu disebut sebagai perang salib. Ada 7 perang salib besar dan ratusan perang salib kecil yang terjadi selama 400 tahun lebih antara seluruh Eropa melawan dunia Islam. Perang dunia I terjadi hanya 4 tahun, sementara perang besar bangsa Eropa dan umat Islam ini terjadi selama 4 abad.  Lewat jalur laut pun negara Eropa tempuh demi membasmi wilayah Palestina. Disini terlihat bagaimana bangsa Eropa menempuh segala cara untuk bisa menaklukan dan berkuasa di daerah kekuasaan Islam. Selama 88 tahun lamanya Al-Aqsha dijadikan kandang kuda yang penuh dengan penistaan. Selain dendam yang tak usai serta warisan turun temurun nenek moyang bangsa Eropa, perang  ini juga dimulai pada 27 November tahun 1095, yaitu ketika seorang Paus berdiri di mimbar megah di sebuah kota kecil bernama Clemort di tengah-tengah Prancis. Di sebuah gereja besar, ia berbicara di hadapan 300 pendeta – pendeta Eropa, raja-raja dan para bangsawan dengan suaranya yang menggelegar. Ia membuat fitnah seakan-seakan kaum Muslimin melarang Umat Nasrani untuk berhaji ke Baitul Maqdis. Ia membuat isu bahwa Umat Katolik dibantai secara bengis oleh Kesultanan Saljuk, sebuah tuduhan yang sampai saat ini masih belum bisa dibuktikan.  

Mereka semua nampak memendam bara amarah ketika mendengar kisah tersebut. Ada satu keinginan besar raja-raja Eropa untuk melakukan perjalanan besar-besaran menuju dunia Islam yaitu merebut kekayaan dan kemajuan kaum Muslimin di Arab sana. Mereka terbawa emosi yang ditularkan oleh sang orator. Kalimat demi kalimat menyalakan percikan api kemarahan untuk menguasai negeri-negeri Islam pada saat itu, salah satunya Palestina. Akhirnya para raja-raja serta negara Prancis dan Italia memerintahkan pasukan dan rakyatnya untuk ikut andil dalam program besar penaklukan Palestina. Bahkan para raja membebaskan para narapidana di negerinya masing-masing agar bisa ikut serta dalam perang salib ini. Rakyat-rakyat dijanjikan sebuah hadiah “penebusa dosa” apabila bisa mengikuti perang tersebut.

Pada tahun 1095 Paus Urbanus II mengajak Eropa untuk menyerang  dunia Islam akan tetapi  setelah 400 tahun kemudian ada seorang Paus juga bernama Pious II malah mengajak bangsa Eropa untuk mempertahankan negeri dan kekuasaannya sendiri, karena pada saat itu kekhalilifahan Utsmaniyah sudah sampai ke jantung Eropa. Hal ini membuat bangsa Eropa terancam, karena semua ini berada di luar dugaan mereka, meraka yang selalu mengambil tindakan menyerang akhirnya menjadi pihak yang diserang. Hal ini membuktikan bahwasannya tidak ada satu pun yang bersifat kokoh di atas dan tidak selalu benar-benar selalu di bawah, bahkan jumlah yang banyak pun tidak akan bisa membuktikan sesuatu itu bisa selalu menjadi penakluk.

Sungguh, sejarah telah mengajarkan pada kita bahwa yang namanya kepemimpinan, jabatan, kekuasaan tidak ada yang benar-benar kekal, semua akan dipergilirkan.

Salma Yumna Aqilah

Kelahiran Garut Jawa Barat. Menyelesaikan studi sarjana di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada program studi Sejarah Kebudayaan Islam. Disela-sela kesibukan bekerja, ia juga menulis dan aktif dalam organisasi Jam'iyyatul Qurra' wal Huffazh.

Artikel yang Direkomendasikan

10 Komentar

  1. Nice and good

  2. MasyaAllah hebat neng Salma

  3. Tulisan yg bagus…selain mengulas sejarah keemasan islam yang bisa memberikan sumbangsih besar utk kemajuan peradaban dunia, juga membuka salah satu alasan mengapa dukungan penjajahan terhadap palestina sangat kuat…
    Semangat terus utk menyampaikan tentang sejarah islam dan esensi ajarannya…

  4. Bahasanya bagus, enak dibaca dan mudah dipahami. Ditunggu tulisan berikutnya yg lebih tajam. Sukses untuk Salma🙏😊

  5. Tulisan yg bagus, smoga indonesia ….. perubahan

  6. Sejarah yang sangat panjang, perlu dikemas dalam bahasa dan gambar yang menarik sehingga pembaca labih suka, terutama kawula muda

  7. Wih .. Tulisan yang keren, mantap Neng Yumna ..
    Lanjutkan,

  8. Wih .. Tulisan yang keren, mantap Neng Yumna ..
    Lanjutkan, dengan tulisan dan pemikiran² yang lainnya.

  9. Alur penuturannya runut, materi yang disampaikan pun bagus mengandung sejarah dan hikmah.
    Teruslah menulis seperti ini, sehingga menjadi terasah cara berfikirnya, tak banyak orang yang bisa menulis seperti ini. Orang akan lebih senang menulis dengan bahasa yang populer, berbeda dengan menulis ilmiah seperti ini.
    Terima kasih atas tulisannya!

  10. Tulisannya Bagus , menggambarkan beberapa negara, peristiwa yg mendukung judul tulisan ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *