Fikih

Tentang Fikih Kontemporer : Sebuah Wajah Baru Melihat Zaman

Menyoal hukum, secara definitif, para pakar hukum mendefinisikan dalam dua makna, yaitu hukum sebagai ilmu, juga hukum sebagai produk. Adapun hukum sebagai ilmu mengarah pada bentuk penalaran yang berkaitan dengan segala konsekuensinya sebagai ilmu. Konsekuensi yang didapat berupa keputusan yang bernilai kebenaran dialogis, bersedia untuk diuji ulang, atau bahkan sebagi ilmu yang tidak anti kritik. Sedangkan hukum sebagai produk adalah serangkaian instrumen yang menjadi pedoman hidup manusia. Hukum memiliki sisi dinamis yang akan terus digubah dan diolah sepanjang masyarakat terus mengalami perubahan. Perubahan-perubahan itu sejalan dengan berkembangnya zaman. Dalam persoalan ini, tiada henti bagi pakar hukum terus menelaah berulang-ulang relevansi teks-teks hukum dengan perkembangan-perkembangan tersebut.

Dalam Islam, produk-produk demikian adalah wilayah fikih, dan para ahli dibaliknya mendapati gelar fuqaha’. Secara definisi, fikih adalah sebuah pemahaman yang mendalam. Adapun jika diuraikan lebih lanjut fikih ini mencakup tiga kunci yaitu; ilm al-muktasab (ilmu garapan manusia), al-ahkam al’alamiyah atau berhubungan dengan pengaturan dan penataan perbuatan manusia, yang sumber pokoknya berupa wayu atau syari’at dalam bentuk terperinci (adillah tafsiliyyah) baik Al-Qur’an maupun Sunnah.

Dengan demikian, makna fikih ini mengalami penyempitan menjadi:

العلم بالاحكام الشرعية العملية المكتسب من ادلتها تفصلية

Artinya: Sebuah ilmu tentang hukum-hukum syari’ah amaliyah yang diperoleh dari dalil-dalil yang terperinci.

Perjalanan fikih juga mengalami tantangan seperti kasus pada  uraian di awal. Dalam kaitannya dengan perubahan zaman yang berkembang cepat, produk fikih dihadapkan pada tugas “penalaran ulang” guna penyelarasan dengan kondisi zaman.  Atas kondisi inilah terma Fikih Kontemporer sering dimunculkan dalam diskusi-diskusi para mujtahid hingga dialog-dialog dalam bahtsu al-masail. Tuntutan penalaran ulang itu mengaca pada meruaknya bidang pemikiran dan kebudayaan dalam tatanan dunia modern. Lebih luas lagi, dunia modern selalu berkaitan dengan kepentingan khalayak luas yang dinamis, kompleksitas ranah publik, hingga tatanan baru di bidang sosial, ekonomi, teknologi, dan tatanan-tatanan lainnya.

Wajah Fikih Kontemporer

Istilah Fikih Kontemporer selalu dikaitkan dengan kompleksitas peradaban saat ini. Seperti halnya definisi dasarnya, ia juga memuat  ilmu tentang hukum-hukum syari’ah yang terperinci, bersifat ‘amaliah atau praktis dari dalil-dalil tafsili (terperinci) atas problem-problem modern hingga post-modern. Hemat penulis, wajah Fikih Kontemporer ini dicontohkan seperti terma Fikih Sosial, Fikih Demokratis, Fikih Kemanusiaan sampai Fikih Lintas Agama.

Dalam fungsi praktisnya, Fikih kontemporer berusaha untuk menyelaraskan atau menyesuaikan dengan zaman yang ada. Ia berusa mengontektualisasikan teks-teks sumber rujukan sebagai solusi permasalahan aktual. Karena tidak jarang, fikih dalam kitab-kitab kuning adalah instrumen undang-undang sebagai turunan dari Al-Qur’an dan al-Hadist. Dalam hal ini bukan berarti fikih kontemporer meninggalkan fikih klasik secara mutlak. Namun ia eksis dalam bingkai Al-Muhafadzatu ala Qadim as-Shalih wal Ahdu bi al-Jadid al-Ashlah, sehingga adanya perpaduan konsep klasik dan modern ini mampu memberikan jaminan bahwa tradisi baru akan sama efisiensinya yang di bangun atas landasan pemikiran salafuna as-shalih.

Fikih Kontemporer vs Hukum Islam

Sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya, fikih kontemporer memiliki goal yang sama dengan hukum Islam. Sebagaimana adanya hukum Islam bertujuan untuk menciptakan kebahagiaan setiap manusia, mengambil sebuah manfaat dan mencegah adanya madharat. Sejalan dengan tujuan hukum Islam (maqashid as-syari’ah) yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, harta yang sudah menjadi kesepakatan terdahulu.

Persoaalan ilmu fikih kontemporer dalam metodenya juga tidak terpaut beda dengan fikih klasik yaitu dengan metode deduktif, induktif, genetika, dan dialektika. Misalnya, penulis mengambil contoh fikih sosial. Dalam terma Fikih Sosial, ia memiliki corak pokok yang menonjol; pertama, interpretasi teks-teks fikih secara kontekstual; kedua, perubahan pola mazhab tekstual ke mazhad metodologis, ketiga; verifikasi antara ajaran pokok (ushul) maupun yang cabang (furu’); keempat, fikih dihadirkan sebagai etika sosial, dan yang terakhir yaitu adanya pengenalan metodologi pemikiran filosofis, khususnya di bidang sosial-budaya.

Jika dipahami lebih dalam, kategorisasi Fikih Sosial cum kontemporer ini memang atas dasar produk hukum seperti kitab-kitab fikih yang applicable sebagai usaha untuk memecahkan problem yang terjadi saat ini (baca: kontemporer). Pengembangan Fikih Sosial tidak serta- merta menghapus bahkan menghilangkan peran khazanah klasik. Dengan itu, kreativitas yang dijalankan dalam pengembangan fikih ini diharapkan tidak jauh dari akar tradisi slafuna as-shalih.

Fikih Kontemporer: Rasionalis atau Tradisionalis?

Sebagaiman sejarah mengenai pemikir hukum yang ada, terdapat kalanga-kalangan ahl ar-Ra”y dan ahl al-Hadis. Tentu dengan adanya perbedaan pemikir tersebut muncullah perbedaan-perbedaan mengenai sumber, metodologi, juga problem terkait kasus hukum. Perdebatan tersebut memakan waktu yang cukup panjang. Perdebatan yang demikian ini menjadi sebuah dilema apakah pendekatan fikih kontemporer itu harus menggunakan pemikiran rasionalis atau tradisionalis.

Akhirnya dalam memaknai kedua tipe di atas bahwasannya pendekatan tradisionalis cenderung mempertahakan tradisi sebagai acuan formal. Sedangkan metode rasionalis mengedepankan akal-budi sebagai penalaran konsep hukum dalam Islam. Sehingga dapat dismpulkan bahwa, fikih kontemporer ini sangat dinamis dan dapat menggunakan dua pendekatan, baik rasionalis maupun tradisionalis. Baik menggunakan salah satunya maupun menggabung antara keduanya.  Keduanya dibutuhkan dalam penentuan hukum Islam di era kontemporer ini.

Sebagai refleksi, hadirnya Fikih Kontemporer ini sebagai refleksi dari perkembangan zaman sesuai dinamika masyarakat. Selain itu Fikih Kontemporer memberi tawaran kekinian sebuah produk hukum Islam yang aktual, rasional, faktual, memberikan khazanah ilmu pengetahuan. hingga sebagai sarana perubahan sosial menuju kehidupan yang bermartabat dan lebih baik. Hemat penulis, ia hadir sebagai pelengkap dan memperluas perspektif, bukan penghapus pondasi kuat yang sudah dibangun. Sehingga tidak ada klaim-klaim atau penghukuman yang sewenang-wenang terhadap apa yang belum diketahui kebenarannya. Wa Allahu a’lam.

Abdul Wahab Arif, 1991, Fiqh (Hukum Islam) antara Pemikiran Teoritis dengan Praktis, Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Gunung Jati.

Taha Jabir Al-Alwani, 2001, Metodologi Hukum Islam Kontemporer, Cet. I, Yogyakarta, UII Press.

Santri dan pembelajar. Menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Mambaus Solihin Gresik dan Pondok Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta. Ia juga menyelesaikan studi sarjana Sosiologi Agama di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *