Filsafat

Wacana Relasi Filsafat Barat dan Filsafat Islam: Sebuah Pengantar

Hubungan antara filsafat Barat dan Islam menjadi sebuah topik pembahasan yang menarik selama berabad-abad. Sejarah mencatat bahwa pada masa Abbasiyah, filsafat muncul dalam lingkungan Islam, sehingga terdapat relasi antara keduanya. Hubungan antara filsafat Barat dan Islam terbentuk akibat perluasan juga hegemoni politik kaum Muslim ke Kawasan Eropa. Misalnya peradaban Yunani, Persia, sampai India turut mempengaruhi perkembangan filsafat Islam.

Sebelum menyoal relasi, alangkah baiknya memahami perbedaan setiap versinya masing-masing. Pertama, filsafat barat lahir dari rahim Yunani dan berkembang seiring dengan filsafat Yunani, sementara filsafat Islam berkembang pada masa kekhalifahan Abbasiyah. Kedua,  filsafat Barat dikenal dengan coraknya yang radikal dengan mengutamakan kebenaran akal dan rasionya, sedangkan fisafat Islam lebih condong pada karakter yang lebih universal atas landasan wahyu. Selanjutnya, secara pemikiran filsafat Barat fokus pada muasal kejadian alam secara rasional dan logika, sementara filsafat Islam mencakup berbagai aspek kehidupan dengan menggabungkan akal sampai pada Batasan-batasan yang disebabkan kehidupan itu sendiri.

Konteks Relasi Filsafat Barat vs Filsafat Islam

Ranah hubungan antara filsafat Barat dan Islam dibagi menjadi tiga, yaitu: akulturasi, integrasi, dan pelestarian. Pertama, yaitu akulturasi. Hubungan antara keduanya dengan melibatakan dua budaya yang berbeda namun saling berhadapan. Sejarah mencatat bahwa aktivitas penerjemahan karya atas filsafat Yunani kuno menjadi salah satu faktor penting terbentuknya relasi antara filsafat Barat dan Islam. Selain itu, proses akulturasi ini juga dapat ditemukan dalam proses pengambilan pemikiran-pemikiran dari filsafat Yunani, khususnya pemikiran Aristoteles yang mempengaruhi perkembangan filsafat Islam. Tak lupa peran penting lembanga-lembaga serta akademisi juga turut mewarnai dan memajukan kajian filsafat Islam beserta hubungannya dengan filsafat Barat. Setidaknya pernyataan ini menemukan titik temu bahwa hubungan antara filsafat Barat dan Islam melibatkan proses akulturasi yang kompleks, di mana terdapat pengaruh saling-menyaling antar tradisi keduanya.

Selanjutnya, relasi kedua dalam konteks ranah integrasi. Ranah integrasi yang dimaksud berarti adanya sebuah pengakuan terhadap suatu budaya oleh budaya lain. Konteks tersebut dapat ditemukan melalui pemikiran-pemikiran filsafat Yunani yang mempengaruhi perkembangan filsafat Islam, terutama pemikiran Aristoteles. Tidak hanya itu, ranah integrasi ini juga melibatkan pengakuan serta penyesuaian konsep-konsep dan gagasan-gagasan dari keduanya. Hal ini terlihat sebagai upaya untuk memahami juga merespons isu-isu kontemporer dengan menggunakan kerangka pemikiran sistematis melalui konsep-konsep yang digagas filsafat Barat dan Islam. Dengan demikian, integrasi antar keduanya adalah sebuah solusi untuk mengakui eksistensi kontribusi penting filsafat Barat dan filsafat Islam.

Terakhir, yaitu relasi berupa pelestarian. Ranah pelestarian ini bertujuan untuk melestarikan unsur tertentu dalam budaya asing, bukan hanya menyerap, namun juga dikekalkan dengan teori baru. Ranah ini terjadi akibat dari mulainya aktivitas penerjemahan karya-karya filsafat Yunani kuno ke dalam Bahasa Arab. Sehingga dapat dikatakan proses ini bertujuan untuk memberikan kontribusi budaya yang sudah ada baik di Timur maupun di Barat. Sebagai contoh pada epistemologis pada al-Farbi dan ibn-Sina, di mana al-Farabi dalam banyak hal lebih dekat dengan sistem Neoplatik, sedangkan ibn-Sina lebih dekat dengan kalam.

Hikmah Mempelajari Keduanya

Persoalan mempelajari filsafat bukanlah sesuatu yang perlu diperdepatkan. Filsafat sendiri diartikan sebagai jalan berfikir untuk menemukan sebuah kebenaran. Sehingga mempelajari filsafat, baik Barat maupun Islam tentu ada hikmah tersendiri pada hidup seseorang. Hikmah yang didapatkan di antaranya: Pertama, pemahaman yang lebih luas, tidak hanya berhenti pada satu titik saja, melainkan keduanya dapat memberikan pemahaman atas konsep-konsep keilmuan yang terus berkembang. Kedua, pemahaman atas sebuah perbedaan. Dengan mempelajari keduanya dapat membantu kita untuk memahami konsep multikultural dan multipemikiran, sehingga tidak serta merta menghukumi juga fanatik atas apa yang dimiliki.

Kemudian hikmah selanjutnya yaitu pengembangan kemampuan untuk berpikir kritis melalui pemahamn yang diperoleh dalam proses belajar. Kritis dalam artian ini, yaitu mampu menganalisa sesuatu dan mempertajam kemampuan dalam melakukan penalaran. Sehingga bermuara pada penerapan nilai-nilai praksis dalam kehidupan sehari-hari, misalnya penerapan nilai keadilan, prinsip kasih saying, juga kebenaran. Dengan demikian mempelajari filsafat Barat dan filsafat Islam mampu memberikan beragam hikmah dalam pengembangan diri maupun kontribusi terhadap masyarakat pada umumnya serta ilmu pengetahuan.

Referensi:

W Eka Wahyudi dkk. 2018. “Diskursus Filsafat Pendidikan Barat dan Islam”  Tuban: Mitra Karya.

Sukron Kamil. 2023. “Islam dan Sains Modern: Telaah Filsafat dan Integrasi Ilmu Dari Ilmu Alam, Sosial, Hingga Budaya”. Jakarta: Prenada Media.

Fuad Hasan. “Sejarah Hubungan Filsafat Barat dan Filsafat Islam” dalam https://www.hitamputih.co.id/sejarah-hubungan-filsafat-barat-dan-filsafat-islam/

Zaimul Am. 2018. “Konteks Hubungan Filsafat Barat dan Filsafat Islam” Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Santri dan pembelajar. Menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Mambaus Solihin Gresik dan Pondok Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta. Ia juga menyelesaikan studi sarjana Sosiologi Agama di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *